AAJI

AAJI Siapkan Strategi Atasi Tantangan Koordinasi Manfaat CoB

AAJI Siapkan Strategi Atasi Tantangan Koordinasi Manfaat CoB
AAJI Siapkan Strategi Atasi Tantangan Koordinasi Manfaat CoB

JAKARTA - Kolaborasi antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dengan asuransi swasta melalui skema Coordination of Benefit (CoB) mulai membuka peluang baru bagi peserta jaminan kesehatan di Indonesia. 

Skema ini memungkinkan klaim asuransi swasta digabung dengan BPJS Kesehatan sehingga masyarakat dapat memperoleh manfaat layanan yang lebih optimal. 

Meski konsepnya sudah berjalan, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menegaskan bahwa implementasi CoB masih menghadapi sejumlah tantangan yang perlu segera diatasi agar layanan kesehatan terpadu dapat dinikmati secara luas.

Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu mengungkapkan, beberapa perusahaan asuransi anggota AAJI telah menjalin kerja sama klaim dengan BPJS Kesehatan melalui skema CoB. 

Namun, ia menekankan bahwa proses ini masih terbatas dan membutuhkan pembenahan di banyak aspek. Menurutnya, keberhasilan CoB bergantung pada penyelarasan kebijakan serta kesiapan seluruh pihak yang terlibat, termasuk perusahaan asuransi, fasilitas kesehatan, dan regulator.

Tantangan Pertama: Koordinasi dengan Penyedia Layanan

Togar menjelaskan, tantangan awal terletak pada koordinasi dengan penyedia layanan kesehatan, baik rumah sakit maupun third party administrator (TPA). 

Saat ini belum ada keseragaman dalam penerapan skema CoB, sehingga setiap perusahaan asuransi menggunakan aturan Kementerian Kesehatan tetapi tetap menerapkan detail fitur produk yang berbeda. Perbedaan ini membuat proses klaim gabungan sering kali membutuhkan negosiasi lebih lanjut agar hak peserta tetap terjamin.

Tantangan Kedua: Kendala Administratif

Di luar koordinasi, kendala administratif juga menjadi hambatan besar. Sistem penagihan, proses pengumpulan dokumen klaim, hingga metode pembiayaan antara BPJS dan asuransi swasta memiliki perbedaan signifikan. 

Ketidaksamaan ini menyebabkan potensi keterlambatan pencairan klaim serta kesulitan verifikasi, yang pada akhirnya memengaruhi kenyamanan peserta dalam memanfaatkan fasilitas CoB.

Tantangan Ketiga: Literasi Masyarakat

Selanjutnya, literasi masyarakat mengenai manfaat dan prosedur CoB masih tergolong rendah. Banyak peserta belum memahami bahwa mereka dapat memanfaatkan asuransi swasta untuk menambah layanan kesehatan di luar cakupan BPJS. 

Kurangnya sosialisasi membuat potensi CoB belum dimanfaatkan secara maksimal, padahal mekanisme ini mampu memberikan perlindungan kesehatan yang lebih luas dengan biaya yang lebih efisien.

Tantangan Keempat: Infrastruktur Digital

Tantangan terakhir adalah infrastruktur digital. Perbedaan sistem antar institusi membuat integrasi data antara BPJS Kesehatan, perusahaan asuransi, dan rumah sakit tidak selalu berjalan mulus. 

Padahal, keberhasilan CoB sangat bergantung pada kecepatan pertukaran informasi serta ketepatan data dalam proses klaim. Hambatan teknis ini perlu diselesaikan agar peserta dapat merasakan kemudahan dalam pengajuan klaim gabungan.

Rincian Skema CoB

Dalam rapat Komite Kebijakan Sektor Kesehatan (KKSK) yang melibatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), disepakati bahwa skema CoB dapat dilakukan dengan limit atau biaya medis hingga 250% dari standar i-DRG.

Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono menjelaskan, layanan kesehatan akan ditanggung BPJS Kesehatan sebesar 75%, sementara asuransi swasta dapat menanggung hingga maksimal 175%. 

Skema pembagian klaim ini diharapkan mampu memberikan perlindungan kesehatan yang lebih komprehensif tanpa membebani salah satu pihak secara berlebihan.

Togar menegaskan bahwa AAJI bersama OJK dan Kementerian Kesehatan terus melakukan koordinasi untuk menyempurnakan implementasi CoB. Fokus utama asosiasi adalah memastikan keadilan bagi semua pihak, termasuk keberlanjutan finansial perusahaan asuransi, penyedia layanan kesehatan, dan BPJS Kesehatan. 

“Yang terpenting adalah kepastian manfaat yang akan diterima pemegang polis agar porsi pembagian klaim bisa optimal, seimbang, dan tidak menimbulkan beban berlebihan,” tegasnya.

Langkah BPJS Kesehatan

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti menambahkan bahwa pelaksanaan CoB sudah mulai diterapkan sejak Juli 2025, bahkan sebelum aturan resmi diterbitkan.

Beberapa fasilitas kesehatan telah mengimplementasikan mekanisme ini dengan peserta JKN-KIS kelas 1 dan 2 sebagai prioritas. Melalui skema ini, peserta dapat meningkatkan layanan kesehatan dengan menambah biaya dari perusahaan tempat bekerja atau dari asuransi tambahan.

Ghufron menilai, CoB memberikan peluang besar bagi masyarakat untuk memperoleh layanan kesehatan yang lebih baik tanpa harus menanggung biaya penuh secara mandiri. Namun, ia mengakui bahwa proses integrasi sistem masih perlu penyempurnaan agar peserta dapat merasakan kemudahan tanpa hambatan administratif.

Kolaborasi antara BPJS Kesehatan dan asuransi swasta melalui skema CoB menjadi langkah penting untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan nasional.

Dengan penyelesaian empat tantangan utama koordinasi layanan, kendala administrasi, literasi masyarakat, dan infrastruktur digital skema ini berpotensi memberikan manfaat besar bagi seluruh peserta jaminan kesehatan.

Ke depan, dengan dukungan OJK, Kementerian Kesehatan, serta seluruh pelaku industri asuransi, CoB diharapkan dapat diterapkan secara lebih luas dan efisien.

Penyempurnaan kebijakan, pemanfaatan teknologi, dan edukasi publik menjadi kunci agar klaim gabungan BPJS dan asuransi swasta dapat memberikan perlindungan yang lebih menyeluruh, adil, dan berkelanjutan bagi masyarakat Indonesia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index