BATUBARA

Pasar Ekspor Batubara Indonesia Bergeser ke Filipina Tahun 2025

Pasar Ekspor Batubara Indonesia Bergeser ke Filipina Tahun 2025
Pasar Ekspor Batubara Indonesia Bergeser ke Filipina Tahun 2025

JAKARTA - Diversifikasi pasar menjadi tumpuan utama industri batubara nasional di tengah proyeksi penurunan ekspor tahun 2025. 

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menilai, meskipun volume pengiriman ke luar negeri berpotensi turun, arah perdagangan batubara Indonesia tetap memiliki peluang positif melalui penguatan pasar baru seperti Filipina.

Langkah ini menjadi bentuk adaptasi sektor energi terhadap perubahan dinamika global, terutama di tengah perlambatan ekonomi dua mitra dagang utama, yaitu China dan India, yang selama ini menjadi penyerap terbesar batubara Indonesia.

Proyeksi Ekspor Mengalami Penurunan

Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Surya Herjuna, menyampaikan bahwa ekspor batubara Indonesia tahun 2025 diproyeksikan menurun 20 juta hingga 30 juta ton dibandingkan realisasi tahun sebelumnya. Pada 2024, volume ekspor tercatat mencapai 555 juta ton, sedangkan tahun ini diperkirakan hanya sekitar 500 juta ton.

“Tahun lalu ekspor kita sekitar 555 juta ton, sedangkan tahun ini proyeksinya hanya di kisaran 500 juta ton. Sampai September 2025, produksi nasional sudah di angka 585 juta ton,” kata Surya.

Surya menegaskan, penurunan ekspor ini tidak disebabkan oleh turunnya minat terhadap batubara Indonesia, melainkan karena melambatnya aktivitas ekonomi di negara tujuan utama. Pertumbuhan industri di China dan India yang lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan domestik membuat ruang ekspor dari Indonesia menjadi terbatas.

Filipina Jadi Pasar Alternatif Baru

Menariknya, di tengah penurunan dari pasar besar Asia, permintaan batubara dari Filipina justru meningkat signifikan. Negara tersebut kini mulai menjadi penyerap utama baru yang berpotensi mengimbangi pelemahan pasar di China dan India.

“Filipina kini menjadi backbone baru ekspor batubara kita. Ini menandakan adanya diversifikasi pasar selain China dan India,” ujar Surya.

Pertumbuhan permintaan dari Filipina ini menunjukkan bahwa industri batubara Indonesia mampu menyesuaikan diri dengan perubahan tren global. Selain memperluas tujuan ekspor, hal ini juga membantu menjaga keberlangsungan pendapatan ekspor nasional.

Target Produksi Nasional Berpotensi Tidak Tercapai

Meski peluang pasar baru mulai terbuka, tantangan tetap ada di sisi produksi. Target nasional tahun 2025 sebesar 735 juta ton dinilai berpotensi sulit dicapai.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyebut bahwa peningkatan produksi domestik di negara lain menjadi salah satu faktor yang menghambat.

“Produksi mereka naik, otomatis kebutuhan dalam negerinya juga meningkat. Jadi, ruang ekspor dari Indonesia otomatis tertahan,” jelas Tri.

Kondisi ini memaksa pelaku industri dalam negeri untuk lebih berhati-hati dalam menyesuaikan strategi produksi dengan permintaan global. 

Meski demikian, pemerintah memastikan bahwa kapasitas produksi dan cadangan batubara nasional masih sangat mencukupi untuk memenuhi pasar ekspor dan kebutuhan dalam negeri.

Industri Masih Mampu Bertahan

Meskipun menghadapi tekanan dari sisi ekspor, industri batubara nasional tetap dinilai tangguh. Pelaksana Tugas Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Gita Mahyarani, mengatakan bahwa harga batubara global diperkirakan tetap stabil di kisaran rata-rata tahun ini.

“Rasanya tidak akan ada perubahan signifikan terhadap harga, belum akan turun tajam juga, kecuali jika ada kejadian geopolitik besar seperti perang Rusia-Ukraina,” jelas Gita.

Saat ini, harga batubara dunia berada di level US$ 111 per ton, melemah 12% secara year-to-date dan turun 22% dibandingkan tahun lalu. Namun, Kementerian ESDM memperkirakan harga akan kembali meningkat 5%–10% dalam periode 2025–2027.

Menurut Surya, proyeksi kenaikan harga ini menunjukkan bahwa permintaan global masih terjaga, walaupun dua negara besar seperti China dan India terus mengerek produksi domestik.

“Batubara kita tetap dibutuhkan karena punya kualitas yang bisa melengkapi kebutuhan produksi negara lain,” ujarnya.

Peluang Jangka Menengah Masih Terbuka

Kementerian ESDM melihat bahwa peluang jangka menengah industri batubara Indonesia masih positif. Peningkatan permintaan dari kawasan Asia Tenggara, termasuk Filipina dan Vietnam, dapat menjadi penopang baru bagi ekspor nasional.

Selain itu, strategi diversifikasi pasar juga memberi ruang bagi pelaku industri untuk menjangkau pasar non-tradisional seperti Bangladesh dan Sri Lanka, yang mulai mengandalkan impor batubara untuk pembangkit listrik.

Dari sisi kebijakan, pemerintah terus mendorong penguatan hilirisasi batubara untuk menciptakan nilai tambah di dalam negeri. Program seperti gasifikasi batubara dan peningkatan produksi batubara ramah lingkungan (low emission coal) menjadi bagian dari upaya menjaga keberlanjutan sektor ini di tengah transisi menuju energi bersih.

Optimisme terhadap Ketahanan Industri

Surya menegaskan, meskipun tahun depan menjadi periode penuh tantangan, industri batubara Indonesia tidak kehilangan arah. Pasar ekspor yang mulai meluas ke kawasan Asia Tenggara menunjukkan bahwa Indonesia masih menjadi pemain penting di pasar energi global.

Kementerian ESDM juga menilai, peningkatan efisiensi dan produktivitas tambang domestik dapat membantu menahan dampak penurunan ekspor. Dengan teknologi yang semakin maju dan penerapan prinsip keberlanjutan, sektor batubara diharapkan mampu tetap berkontribusi terhadap perekonomian nasional.

“Diversifikasi pasar menjadi kunci menghadapi tekanan ekspor. Kami akan terus memperkuat kerja sama dengan negara mitra baru agar batubara Indonesia tetap kompetitif dan relevan,” kata Surya.

Penurunan ekspor batubara Indonesia pada 2025 memang menjadi sinyal kewaspadaan bagi pelaku industri energi. Namun, langkah pemerintah dan pelaku usaha yang berfokus pada diversifikasi pasar, stabilitas harga, serta penguatan kualitas produk, menunjukkan bahwa prospek sektor batubara masih solid.

Dengan Filipina kini menjadi pasar baru yang berkembang, serta potensi kenaikan harga dalam jangka menengah, industri batubara Indonesia diyakini masih mampu bertahan dan beradaptasi di tengah gejolak global.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index